BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Diabetes mellitus
merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar. Data dari studi global
menunjukkan bahwa jumlah penderita diabetes mellitus pada tahun 2011 telah
mencapai 366 juta orang di dunia (IDF, 2011). Di provinsi DKI Jakarta,
kotamadya Jakarta barat merupakan salah satu kota dengan angka prevalensi DM
yang tinggi, yaitu 1,9% (balit bankes, 2008) tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian DM tipe II di
puskesmas, kecamatan cengkareng, Jakarta barat. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional. Sempel penelitian ini
sebanyak 50 responden pasien DM yang berobat di puskesmas kecamatan cengkareng.
Di dapatkan 50 sempel, hasil penelitian menunjukkan umur, riwayat keluarga,
aktivitas fisik, tekanan darah, stress dan kadar kolestrol berhubungan dengan
kejadian DM tipe II. Variable yang sangat memiliki hubungan dengan kejadian DM
tipe II adalah indeks masa tubuh (P 0,006 OR 0,14 ; 95% CI 0,037-0,524). Orang
yang memiliki obesitas yang lebih berisiko 7,14x untuk menderita DM tipe II
dibandingkan dengan orang berobesitas. Diabetes mellitus telah menjadi penyebab
dari 4,6 juta kematian. Selain itu pengeluaran biaya kesehatan untuk diabetes
mellitus untuk mencapai 465 miliar USD (IDF 2011). Internasional diabetes
federation (IDF) memperkirakan bahwa sebanyak 183 juta orang tidak menyadari
bahwa mereka mengidap DM. sebesar 80% orang dengan DM tinggal di negara
berpenghasilan rendah dan menengah. Pada tahun 2006, terdapat lebih dari 50
juta orang yang menderita DM di asia tenggara
(IDF, 2009) jumlah penderita DM terbesar berusia antara 40-59 tahun
(IDF, 2011) ada beberapa jenis Diabetes Melitus yaitu Diabetes Melitus tipe I,
Diabetes Melitus II, Diabetes Melitus
tipe Gestasional dan Diabetes Melitus tipe lainnya. Jenis Diabetes Melitus yang
paling banyak di derita adalah Diabetes Melitus tipe II (DM tipe II) adalah
penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan gula darah akibat
penurunan sekresi insulin oleh sel beta pancreas dan atau gangguan fungsi
insulin (resistensi insulin) (depkes, 2005). Diabetes Melitus biasanya disebut
dengan the silence killer karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh
dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Penyakit yang akan ditimbulkan antara
lain gangguan penglihatan mata, katarak,
penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi seksual, luka sulit sembuh dan
membusuk atau gangrene, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh darah, struk dan
sebagainya. Tidak jarang penderita DM yang sudah parah menjalani amputasi
anggota tubuh karena terjadi pembusukan (Depkes, 2005).
B.
Tujuan
Penulisan
Tujuan Umum :
Untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Caring
Tujuan khusus
1. Untuk
menambah pengetahuan tentang Caring
2. Untuk
mengetahui pengertian Caring
3. Untuk
menambah pengetahuan tentang yang
terdapat pada Caring
C.
Sistematika
Penulisan
Bab I : terdiri dari pendahuluan: latar belakang,
tujuan, sistematika penulisan
Bab
II : terdiri dari tinjauan teoritis: konsep dasar caring, sikap caring, manfaat
caring, perilaku caring dalam praktik keperawatan
Bab III : terdiri
dari penutup: kesimpulan, saran
Daftar Pustaka
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Diabetes melitus merupakan
sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam
darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah
tertentu dalam darah. Glukosa terbentuk dari makanan yang dikonsumsi insulin
yaitu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah
dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. Pada diabetes, kemampuan tubuh
untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, atau pankreas dapat menghentikan
sama sekali produksi insulin.Sebelum membicarakan pedoman diet, ada
beberapa istilah dalam bidang gizi dan diet yang perlu didefinisikan. Dalam
bidang kesehatan, istilah gizi (sering disebut pula nutrisi) diartikan sebagai
sebuah proses dalam tubuh makhluk hidup untuk memanfaatkan makanan guna
pembentukan energi, tumbuh-tumbuh dan
pemeliharaan tubuh. Ilmu gizi mempelajari proses tersebut. Nutrien atau zat-zat gizi merupakan substansi biokimia yang digunakan
tubuh dan harus diperoleh dengan jumlah yang adekuat dari makanan yang kita
makan. Nutrien terdiri atas kelompok makronutrien dan mikronutrien. Hidrat arang, lemak dan protein digolongkan ke dalam
kelompok makronutrien karena
dikonsumsi dengan jumlah relatif besar
(ukuran gram), sedangkan vitamin dan mineral digolongkan ke dalam kelompok
mikronutrien karena diperlukan tubuh dengan jumlah relatif kecil (mikrogram
hingga miligram) dan sebagian besar bisa di daur ulang dalam tubuh sendiri.
Makanan merupakan substansi yang diambil tubuh untuk memberikan nutrien. Umumnya
makanan diambil tubuh lewat mulut,
dicernakan dan diserap dalam saluran
cerna untuk kemudian menjalani proses
metabolisme. Tidak ada satu pun jenis makanan yang mengandung semua
nutrien esensial dengan jumlah yang berperlukan bagi kesehatan yang optimal.
Dalam rumah sakit terdapat beberapa istilah lain yang berhubungan dengan gizi
seperti diet rumah sakit, perencanaan makan, status gizi, terapi diet, nutrisi
enteral dan parenteral. Istilah diet yang benar adalah “pengaturan jumlah dan
jenis makanan yang dimakan setiap hari agar seseorang tetap sehat”. Status gizi
merupakan keadaan kesehatan yang ditentukan oleh nutrien yang diterima dan
dimanfaatkan oleh tubuh, jika kesehatan
status kesehatan diperiksa oleh dokter atau perawat melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang (radiologi dan laboratorium) maka status gizi dinilai oleh ahli gizi lewat
wawancara gizi seperti food recal, pemeriksaan antropometrik (berat badan,
indeks masa tubuh, lingkaran perut dll) dan penunjang lainnya (laboratorium,
body composition analysis). Dokter spesialis gizi klinik dapat melakukan
Subjective Global Assesment (SGA) yang meliputi anamnesis tentang asuhan diet,
perubahan berat badan, keadaan saluran cerna, kapasitas fungsional serta
penyakit yang berkaitan dengan gizi dan pemeriksaan fisik baik secara klinis,
biokimia atau laboratorium maupun komposisi tubuh terapi diet merupakan
preskripsi atau terapi yang memanfaatkan diet yang berbeda dengan diet orang
normal untuk mempercepat kesembuhan dan memperbaiki status gizi.
Diabetes Melitus (DM) merupakan kelainan metabolic dengan
etiologi multifaktorial. Penyakit ini ditandai oleh hiperglikemia kronis dan
memengaruhi metabolisme karbohidrat, protein serta lemak. Patofisiologi DM
berpusat pada gangguan sekresi insulin dan/atau gangguan kerja insulin.
Penyandang DM akan ditemukan dengan berbagai gejala seperti poliuria (banyak
berkemih), polidipsia (banyak minum) dan polifagia (banyak makan) dengan
penurunan berat badan. Hiperglikemia dapat tidak terdeteksi karena penyakit DM
tidak menimbulkan gejala (asimptomatik) dan menyebabkan kerusakan vascular
sebelum penyakit ini terdeteksi. DM jangka panjang menimbulkan rangkaian
gangguan metabolic yang menyebabkan kelainan patologis makrovaskular dan
mikrovaskular. Komplikasi mikrovaskuler yang berkaitan dengan DM meliputi
retinopati, nefropati, dan neuropati. Penyandang DM menghadapi peningkatan
risiko untuk menderita penyakit kardiovaskular, serebrovaskular dan penyakit
vascular perifer.
B. Epidemiologi
Diabetes melitus merupakan
penyakit kronis yang menyerang kurang lebih 12 juta orang. Tujuh juta dari 12
juta penderita diabetes tersebut sudah terdiagnosis; sisanya tidak
terdiagnosis. Di amerika serikat, kurang lebih 650.000 kasus diabetes baru
didiagnosis setiap tahunnya. Diabetes terutama prevalen di antara kaum lanjut
usia. Di antara individu yang berusia lebih dari 65 tahun, 8,6% menderita
diabetes tipe II. Angka ini mencakup 15% populasi pada panti lansia. Di Amerika
Serikat , orang Hispanik, Negro dan sebagian penduduk asli Amerika memiliki
angka insidens diabetes yang lebih tinggi dariipada penduduk kullit putih.
Sebagian penduduk asli Amerika, seperti suku Pima, mempunyai angka diabetes
dewasa sebesar 20% hingga 50%. Di Amerika Serikat, diabetes merupakan penyebab
utama kebutaan yang baru di antara penduduk berusia 25 hingga 74 tahun dan juga
menjadi penyebab utama amputasi di luar trauma kecelakaan. Tiga puluh persen
pasin yang mulai mendapatkan terapi dialisis setiap tahun menderita penyakit
diabetes. Diabetes berada dalam urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian
akibat panyakit arteri koroner yang tinggi pada para penderiat diabetes. Beban
ekonomi untuk diabetes terus meningkat akibat besarnya biaya medis dan
bertambahnya populasi lansia. Beban biaya yang berhubungan langsung dengan
penyakit diabetes diperkirakan paling
sedikit 20 juta US$ per tahun, yang mencakup pengeluaran biaya medis langsung
dan biaya tidak langsung yang berhubungan dengan ketidakmampuan serta kematian
dini. Angka rawat inap bagi penderita diabetes adalah 2,4 kali lebih besar pada
orang dewasa dan 5,3 kali lebih besar pada anak-anak bila dibandingkan dengan
populasi umum. Separuh dari keseluruhan penderita diabetes yang berusia lebih
dari 65 tahun dirawat di rumah sakit setiap tahunnya. Komplikasi yang serius
dan dapat membawa kematian sering turut menyebabkan peningkatan angka rawat
inap bagi para penderita diabetes.
C. Fisiologi
Normal
Insulin
disekresikan oleh sel-sel beta yang merupakan salah satu dari empat tipe sel
dalam pulau-pulau Langerhans pankreas. Insulin merupakan hormon anabolik atau
hormon untuk menyimpan kalori (storage hormone). Apabila seseorang makan
makanan, sekresi insulin akan meningkat dan menggerakkan glukosa ke dalam
sel-sel otot, hati serta lemak. Dalam sel-sel tersebut, insulin menimbulkan
efek berikut ini:
1.
Menstimjulasi
penyimpanan glukosa dalam hati dan otot ( dalam bentuk glikogen)
2.
Meningkatkan
penyimpanan lemak dari makanan dalamjaringan adiposa
3.
Mempercepat
pengangkutan asam-asam amino (yang berasal dari protein makanan) ke dalam sel
Insulin juga menghambat
pemecahan pemecahan glukosa, protein dan lemak yang disimpan. Selama masa
“puasa” (antara jam-jam makan dan pada saat tidur malam), pankreas akan
melepaskan secara terus-menerus sejumlah kecil insulin bersama dengan hormon
pankreas lain yang disebut glukagon (hormon ini disekresikan oleh sel-sel alfa
pulau Langerhans). Insulin dan glukagon secara bersama-sama mempertahankan
kadar glukosa yang konstan dalam darah dengan menstimulasi pelepasan glukosa
dari hati. Pada mulanya, hati menghasilkan glukosa malalui pemecahan glikogen
(glikogenolisis). Setelah 8 hingga 12 jam tanpa makanan, hati membentuk glukosa dari pemecahan zat-zat selain
karbohidrat yang mencakup asam-asam amino (glukoneogenesis).
D. Patofisiologi
diabetes
Diabetes
tipe I. Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Di samping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskupun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup
tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring
keluar; akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika
glukosa yang berlebihan dieksresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan (polifagia)akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan
glikogenolisis (pmecahan glukosa yang disimpan dan glukoneogenesis (pembentukan
glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi lain), namun pada penderita
defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut
turut menimbulkan hiperglikemia.
Diabetes
Tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada perumukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor trsebut, terjadi suatu rangkaian reaksi
dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe
II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk
mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah,
harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan, dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun, jika
sel-sel beta tidak mampu mngimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan
terjadi diabetes tipe II. Untuk sebagian besar pasien (kurang lebih 75%),
penyakit diabetes tipe II yang dideritanya ditemukan secara tidak sengaja
(misalnya, pada saat pasien menjalani pemeriksaan laboratorium yang rutin).
Salah satu konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit diabetes selama
bertahun-tahun adalah bahwa komplikasi diabetes jangka panjang (misalnya,
kelainan mata, neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah
terjadi sebelum diagnosis ditegakkan. Penanganan primer diabetes tipe II
adalah dengan menurunkan berat badan, karena resistensi insulin berkaitan
dengan obesitas. Latihan merupakan unsur yang penting pula untuk meningkatkan
efektivitas insulin. Diabetes dan kehamilan. Diabetes yang terjadi selama
kehamilan perlu mendapat perhatian khusus. Wanita yang sudah diketahui
menderita diabetes sebelum terjadi nya pembuahan harus mendapatkan penyuluhan
atau konseling tentang penatalaksanaan
diabetes selama kehamilan. Pengendalian
diabetes yang buruk (hiperglikemia) pada saat pembuahan dapat disertai timbulnya malformasi
kongenital. Karena alasan inilah, wanita yang menderita diabetes harus
mengendalikan penyakitnya dengan baik sebelum konsepsi terjadi dan sepanjang
kehamilannya. Dianjurkan agar wanita yang menderita diabetes sudah memulai
program terapi yang intensif (pemeriksaan kadar gluksosa darah empat kali per
hari dan pemberian suntikan insulin tiga hingga empat kali per hari) dengan
maksud untuk mencapai kadar hemoglobin A1C yang normal tiga bulan
sebelum pembuahan. Pemantauan yang ketat dan pemeriksaan oleh dokter spesialis
untuk kehamilan berisiko tinggi sangat dianjurkan
E. Penatalaksanaan
Tujuan
utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuroapatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa
terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada
lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes:
1. Diet
2.
Latihan
3.
Pemantauan
4.
Terapi
(jika diperlukan)
5.
Pendidikan
Penanganan di sepanjang
perjalanan penyakit diabetes akan bervariasi karena terjadinya perubahan pada
gaya hidup, keadaan fisik dan mental penderitanya di samping karena berbagai
kemajuan dalam metode terapi yang dihasilkan dari riset. Karena itu,
penatalaksanaan diabetes meliputi pengkajian yang konstan dan modifikasi
rencana penanganan oleh profesional kesehatan di samping penyesuaian terapi
oleh pasien sendiri setiap hari. Meskipun tim kesehatan akan mengarahkan
penanganan tersebut, namun pasien sendirilah yang harus bertanggung jawab dalam
pelaksanaan terapi yang kompleks itu setiap harinya. Karena alasan ini, pendidikan pasien dan
keluarganya dipandang sebagai komponen yang penting dlam mengani penyakit
diabetes sama pentingnya dengan komponen
lain pada terapi diabetes
F. Penatalaksanaan
diet
Prinsip
umum. Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan
diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk
mencapai tujuan berikut ini:
1.
Memberikan
semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin, mineral)
2.
Mencapai
dan mempertahankan berat badan yang sesuai
3.
Memenuhi
kebutuhan energi
4.
Mencegah
fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa
darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis
5.
Menurunkan
kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
Bagi pasien yang memerlukan
insulin untuk membantu mengendalikan kadar glukosa darah, upaya mempertahankan
konsistensi jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi pada jam-jam makan
yang berbeda merupakan hal penting. Di samping itu, konsistensi interval waktu
diantara jam makan dengan mengkonsumsi camilan (jika diperlukan), akan membantu
mencegah reaksi hipoglikemia dan pengendalian keseluruhan kadar glukosa
darah. Bagi pasien-pasien obesitas (khususnya pasien diabetes tipe II),
penurunan berat badan merupakan kunci dalam penanganan diabetes. Secara umum
penurunan berat badan bagi individu obesitas menjadi faktor utama untuk
mencegah timbulnya penyakit diabetes. Obesitas akan disertai peningkatan
resistensi terhadap insulin dan merupkan salah satu faktor etiologi utam yang
menyertai diabetes tipe II. Sebagian penderita diabetes tipe II yang obesitas
dan memerlukan insulin atau obat oral untuk mengendalikan kadar glukosa
darahnya mungkin dapat mengurangi secara
signifikan atau bahkan menghapus sama sekali kebutuhan terapi melalui penurunan
berat badan. Bahkan penurunan berat yang hanya 10% dari total berat badan dapat
memperbaiki kadar glukosa darah secara signifikan. Untuk pasien-pasien diabetes
yang obesitas dan tidak menggunakan insulin, konsistensi dalam hal volume
makanan atau penentuan jam makan tidak begitu menentukan. Sebaliknya, fokus
utamanya terletak pada penurunan keseluruhan
jumlah kalori yang dimakan. Namun demikian, pasien tidak boleh terlambat
untuk makan. Pengaturan jarak waktu makan di sepanjang hari akan membuat
pankreas dapat melakukan fungsinya dengan lebih teratur.
G. Peranan
Makan dan Gizi
Makanan
memiliki peranan yang fundamental dalam tradisi agama, budaya dan etos pada
sebagian besar masyarakat, makanan berkembang sebagai simbol perhatian dan
senang terhadap orang lain. Sebagai contoh, salah satu wujud kepedulian
seseorang terhadap tetangganya adalah memberikan makanan kepadanya. Pemberian
makanan dapat melenyapkan rasa permusuhan dan dengan demikian akan membawa
perdamaian. Bagi orang sakit persediaan makanan dan air harus dipandang sebagai
pelayanan yang fundamental. Sebagai lambang kasih, pemberian makanan dapat
membantu kesembuhan bukan hanya dari pasokan unsur-unsur gizinya tetapi juga
dari ungkapan kasih yang sangat dibutuhkan oleh orang yang sakit. Karena itu,
seharusnya terapi gizi di dalam rumah sakit dipandang sebagai asuhan fundamental yang tidak boleh diabaikan untuk
mempercepat kesembuhan kedati dalam kenyataannya sering terjadi hal sebaliknya.
Perbedaan dengan pemberian obat, perbedaan makanan memiliki makna yang
emosional dan simbolik bagi banyak orang. Karena itu tidaklah mengherankan jika
keputusan untuk memulai, menunda atau menghentikan terapi gizi menjadi
persoalan kontroversial. Kontroversi tersebut telah menjadi perhatian yang
banyak diperdebatkan dalam dasawarsa terakhir ini. Ilmu kedokteran modern
berpandangan bahwa terapi nutrisi enteral dan parentral bukan lagi pemberian
makan melainkan sudah menjadi terapi medis seperti halnya pengobatan dan
tindakan medis yang lain. Pada beberapa negara maju yang sudah memiliki
undang-undang kesehatan yang lengkap, penghentian terapi nutrisi juga menjadi
persoalan legal karena dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum seperti hal nya
ethunasia pasif. Pola makan seseorang berkaitan erat dengan budaya. Ada
beberapa faktor yang memengaruhi bagaimana seseorang memilih makanannya.
Faktor-faktor tersebut adalah kesenangan
serta ketidaksenangan (food like and dislike), kebiasaan (food habit), daya beli serta ketersediaan makanan
(purchasing power and food availability) kepercayaan serta ketahayulan (food
beliefe and food fadism), aktualisasi diri (self-actualization) faktor agama
serta psikologis yang paling akhir serta sering dianggap tidak penting,
pertimbangan gizi serta kesehatan namun, jika kita mau mengakui kebenaran bahwa
“kesehatan memang bukan segalanya tetapi segalanya tanpa kesehatan itu tidak
ada artinya (health is not everything, but everything without health is
nothing),” dan “jika obat dipandang sebagai dasar pengobatan, maka gizi harus
dipertimbangkan sebagai dasar kesembuhan (if medicine is seen as the base of
treatment, then nutrition should be considered as the base of recovery),”
tentunya pertimbangan gizi dan kesehatan
akan kita letakkan di tempat pertama. Pedoman “Empat Sehat Lima Sempurna” dari
Almarhum Prof. Poerwo Soedarmo maupun “Makanan Triguna” yang sudah dikenal baik
oleh petugas kesehatan/gizi di puskesmas serta ibu-ibu PKK di posyandu, dan
yang paling akhir “13 Pesan Dasar Gizi Seimbang”, semuanya ini merupakan
pedoman sederhana bagi masyarakat Indonesia untuk mendapatkan status gizi serta
kesehatan yang baik. Pengertian Makanan
Triguna adalah bahwa makanan atau diet sehari-hari harus mengandung:
1.
Hidratarang
dan lemak sebagai zat tenaga
2.
Protein
sebagai zat pembangun
3.
Vitamin
serta mineral sebagai zat pengatur
Sementara itu, “13 Pesan
Dasar” menyampaikan pesan-pesan untuk mencegah masalah gizi ganda dan mencapai
gizi seimbang guna menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang andal. Namun,
semua pedoman tersebut merupakan pedoman umum yang dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan dalam menetapkan diet rumah sakit. Dengan memperhatikan
pesan-pesan di atas dan mempertimbangkan
permasalahan gizi penduduk kita yang disebut sebagai permasalahan gizi
ganda yang dapat digambarkan sebagai uang logam dengan dua sisi-sisi yang satu
menggambarkan permasalahan kuran gizi (KKP, anemia gizi, gondok endemik dll).
Sementara sisi lain menunjukkan permasalah kelebihan gizi
(obesitas)-rekomendasi berikkut ini mungkin bisa dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam pelayanan gizi di
rumah sakit:
a.
Makan
makanan secara beragam dan seimbang untuk menjamin kecukupan energi, protein,
vitamin, mineral dan serat makanan yang penting bagi kesehatan yang bik.
b.
Makan
dengan memperhatikan berat badan yang optimal untuk menghindari kemungkinan
terkena sindrom metabolik, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, stroke,
penyakit kanker tipe tertentu, diabetes (Tipe II) dan dislipidemia.
Khususnya bagi mereka yang
memiliki kebiasaan makan berlebihan:
a.
Memilih
makanan rendah lemak, rendah lemak jenuh dan rendah kolesterol untuk mengurangi
risiko penyakit jantung dan penyakit kanker tipe tertentu.
b.
Memilih
makanan yang banyak mengandung buah-buahan, sayuran dan produk sereal utuh
untuk mendapatkan vitamin, mineral, serat makanan serta hidratarang
kompleks yang diperlukan dan akan
membantu mengendalikan asupan lemak/kalori yang berlebihan.
c.
Menggnakan
gula dengan jumlah yang tidak berlebihan
dan hanya jika diperlukan. Asupan gula yang berlebihan dapat
mengakibatkan konsumsi kalori yang terlampau banyak dan konsumsi nutrien lain
yang terlalu sedikit di samping menyebabkan kerusakan gigi.
d.
Menggunakan
garam dan natrium dengan jumlah yang tidak berlebihan untuk membantu mengurangi
risiko tekanan darah tinggi.
Khususnya bagi mereka yang
asupan gizinya kurang:
a.
Meningkatkan
asupan kalori dan lemak (terutama lemak tidak jenuh) sesuai dengan kebutuhan.
Kelompok masyarakat yang rentan terhadap kekurangan gizi, seperti anak-anak dan
ibu hamil/ menyusui, membutuhkan kalori lebih banyak sehingga perlu didahulukan
pada distribusi makanan dalam keluarga.
b.
Memperhatikan
adsupan protein, terutama dari sumber protein yang bermutu tetapi tidak mahal
dan mudah diperoleh seperti telur (protein hewani) dan tahu atau tempe (protein
nabati)
Memperhatikan asupan vitamin
dan mineral alalmi dengan mengutamakann sayuran yang harganya lebih murah daripada buah dua hingga tiga
porsi sehari. Kebiasaan lalap sayuran mentah dan memakan buah segar (jeruk,
jambu, pepaya dll). Perlu dianjurkan dengan memperhatikan kebersihannya.
Beberapa jenis vitamin (misalnya, vitamin C) akan teroksidasi jika dimasak/
dipanaskan sehingga harus diperoleh dari buah segar atau sayuran mentah.
H. Tujuan
dan syarat diet
Tujuan
utama yang diharapkan dari pengaturan diet ini adalah untuk membantu
Pasien
memperbaiki kebiasaan makan dan olahraga untuk mendapatkan kontrol metabolik
yang lebih baik. Sedangkan tujuan khusus yang diharapkan dari pengaturan
diet pada penderita diabetes mellitus ini adalah:
1.
Mempertahankan kadar Glukosa darah mendekati normal dengan
keseimbangan asupan makanan dengan insulin (endogen atau eksogen) atau obat
hipoglikemik oral dan tingkat aktifitas.
2.
Mencapai
kadar serum lipid yang optimal.
3.
Memberikan
energi yang cukup untuk mencapai atau mempertahankan berat badan yang memadai
orang dewasa, mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada anak dan
remaja, untuk meningkatkan kebutuhan metabolik selama kehamilan dan laktasi
penyembuhan dari penyakit katabolik. Berat badan memadai diartikan sebagai berat
badan yang dianggap dapat dicapai dan dipertahankan baik jangka pendek maupun
jangka panjang oleh orang dengan diabetes itu sendiri maupun oleh petugas
kesehatan.
4.
Menghindari
dan menangani komplikasi akut orang dengan diabetes yang menggunakan insulin
seperti hipoglikemia, penyakit-penyakit jangka pendek, masalah yang berhubungan
dengan kelainan jasmani dan komplikasi kronik diabetes seperti : penyakit
ginjal, neuropati automik, hipertensi dan penyakit jantung.
5.
Meningkatkan
kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang optimal.
Untuk mencapai tujuan-tujuan
tersebut, maka diet yang diberikan harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.
Jumlah
energi diberikan sesuai dengan kebutuhan berdasarkan umur, jenis kelamin,
tinggi badan, aktivitas fisik, proses pertumbuhan, dan kelainan metabolik.
b.
Jumlah karbohidrat disesuaikan dengan kesanggupan tubuh untuk
menggunakannya, yaitu berkisar 60 – 70% dari total konsumsi.
Makanan/minuman yang mengandung gula dibatasi, dan digunakan jenis karbohidrat
kompleks/makanan yang berserat.
c.
Protein
berkisar 12 – 20%, dan digunakan protein yang bernilai biologi tinggi (nilai
cernanya tinggi).
d.
Lemak
berkisar antara 20 – 25%, dan lemak jenuh serta kolestrol tidak dikonsumsi.
e.
Vitamin
dan mineral diberikan sesuai dengan kebutuhannya.
Makanan-makanan yang
dianjurkan untuk dikonsumsi oleh penderita Diabetes Mellitus adalah:
1)
Sumber
Karbohidrat kompleks
Seperti
beras/nasi, kentang, singkong, terigu, tapioka, gula, hunkue, makaroni, mie,
bihun, roti, dan biskuit.
2)
Protein
Hewani
Ayam
tanpa kulit, daging tanpa lemak, ikan, dan telur maksimal 2x/minggu.
3)
Sayuran
Semua
sayuran dianjurkan terutama yang berserat tinggi atau berwarna hijau seperti
bayam, kangkung, daun singkong, dll.
4)
Buah
Semua
buah dianjurkan terutama yang berserat tinggi menurut jumlah yang sudah
ditentukan.
Makanan-makanan yang tidak
dianjurkan untuk dikonsumsi oleh penderita Diabetes Mellitus adalah:
a)
Makanan
dan minuman yang mengandung gula murni seperti gula pasir/gula merah, susu
kental manis, dodol, cake, selai, sirup, kue tart, jelly, dll.
b)
Makanan
yang digoreng dan menggunakan santan kental (mengandung lemak jenuh).
c)
Makanan
yang mengandung banyak garam seperti ikan asin, telur asin, makanan yang
diawetkan seperti saus, kecap, abon, sarden kaleng, buah kalengan, dll.
I.
Diagnosis
Diabetes Mellitus
Standardisasi kriteria bagi penegakan diagnosis dan
klasifikasi DM yang diusulkan oleh The
National Diabetes Data Group Of The USA (NDDG) dan komite pakar pada WHO
menghasilkan keseragaman hingga taraf tertentu bagi berbagai penelitian global
terhadap kelainan metabolic tersebut. Tes toleransi glukosa oral (TTGO) dengan
75 gram glukosa digunakan untuk membedakan antara DM dan bukan DM. pendataan
prevalensi DM di bawah jumlah sebenarnya akan terjadi jika kriteria diagnostic
yang digunakan adalah kadar glukosa plasma puasa. Pada penelitian populasi The US National Health And Nutrition
Examination Survey (NHANES) III, angka prevalensi DM yang tidak
terdiagnostik adalah 6.34% ketika diagnosis ditegakkan dengan kriteria WHO
(yang berdasarkan kadar BSG 2 jam pp), tetapi angka tersebut hanya sebesar 4.4%
jika didasarkan pada nilai cut off
kadar glukosa darah puasa (FPG, Fasting
Plasma Glucose) 126 mg/dl (7.0 mmol.I) atau lebih. Kelompok penelitian The Diabetes Epidemiology: Collaborative
Analysis Of Diagnostic Criteria In Europa (DECODE) yang menganalisis data
dari 16 negara eropa menemukan adanya angka prevalensi DM dibawah jumlah sebenarnya
jika digunakan kriteria FPG dengan koefisien keselarasan (Corcodance) hanya sebesar 28% sensitivitas FPG untuk penegakan
diagnosis DM juga rendah pada populasi Asia.
Tabel 20.2 Nilai Laboratorium untuk Penegakan Diagnosis
Diabetes Mellitus dan Kategori Hiperglikemia yang lain
Kadar Glukosa, mmol/I (mg/dl)
|
||||
Darah Utuh
|
||||
vena
|
kapiler
|
plasma (vena)
|
||
Diabetes
Mellitus
|
||||
puasa
atau
|
>6.1
(>110)
|
>6.1(>110)
|
>7.0(>176)
|
|
2
jam setelah makan (postglucose load)
|
>10.0
(>180)
|
>11.1(>200)
|
>11.1(>200)
|
|
atau
keduanya
|
||||
toleransi
glukosa terganggu
|
||||
kadar
puasa (jika diukur) dan
|
<6.1(<110)
|
<6.1(<110)
|
<7.0(<126)
|
|
2
jam setelah makan (postglucose load)
|
>6.7(>120)
|
>7.8(>140)
|
>7.8(>140)
|
|
<10.0(<180)
|
<11.1(<200)
|
<11.1(<200)
|
||
glikemia
puasa terganggu
|
||||
Puasa
|
>5.6(>100)
|
>5.6(>100)
|
>6.1(>110)
|
|
2
jam postpradial (jika diukur)
|
<6.1(<110)
|
<6.1(<110)
|
<7.0(<126)
|
|
<6.7(<120)
|
<7.8(<140)
|
<7.8(<140)
|
1. Cara
Penegakan Diagnosis
a. Gejala
DM seperti rasa haus serta poliuria dan hasil pemeriksaan glukosa sewaktu
>200 mg/dl (11.1 mmol/l)
b. Atau
EPG (kadar glukosa puasa )>126 mg/dl (7.0 mmol/l)
c. Atau
glukosa plasma 2 jam setelah makan (2 jam pp) >200 mg/dl (11.1 mmol/l) selama
pelaksanaan TTGO.
d. Untuk
keperluan skrining pada populasi dapat digunakan kriteria kadar glukosa puasa
atau 2 jam pp sesudah pemberian per oral 75 gram glukosa.
Ibu hamil yang memenuhi kriteria WHO untuk DM atau TGT
diklasifikasi sebagai penderita DM gestasional.. skrining untuk DM gestasional
tidak diperlukan pada wanita yang berusia kurang dari 25 tahun dan mempunyai
risiko yang rendah. Toleransi glukosa harus diklasifikasi ulang dengan TTGO 75
gram pada 6 minggu atau lebih sesudah melahirkan. The American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan skrining
dengan mengukur kadar glukosa plasma 1 jam sesudah pemberian oral 50 gram
glukosa pada usia kehamilan antara 24 dan 28 minggu. Jika kadar glukosa
tersebut paling sedikit 7.8 mmol/l (140 mg/dl), pemeriksaan TTGO selama 3 jam
penuh harus dilaksanakan. Setiap dua dari empat nilai glukosa plasma selama tes
yang memenuhi atau melebihi nilai-nilai yang terlihat dibawah ini menunjukan
diagnosis DM gestasional:
Waktu
|
Mg/dl
|
Mmol/l
|
1
rasa
|
95
|
5,3
|
1
jam setelah makan
|
180
|
10,0
|
2
jam setelah makan
|
155
|
8,6
|
3
jam setelah makan
|
140
|
7,8
|
Kadar hemoglobin terglikosilasi (HbA1c)
merupakan indeks status glikemik selama 2-3 bulan yang lampau. Pemeriksaan ini
dianjurkan sebagai alat untuk memantau pengendalian glukosa darah.
J.
Klasifikasi
Diabetes Melitus
Klasifikasi yang ada sekarang ini meliputi berbagai
stadium klinis dan tipe etiologi penyakit DM serta kategori hiperglikemia
lainnya. Istillah DM yang tergantung insulin (IDDM, Insulin Dependent Diabetes Mellitus) dan yang tidak tergantung insulin
(NIDDM, Non-Insulin Dependent Diabetes
Mellitus) kini sudah tidak digunakan lagi. Klasifikasi etiologi DM
diperhatikan dalam tabel 20.1.
1. Diabetes
Mellitus tipe I
Diabetes melitus merupakan
kumpulan keadaan yang disebabkan oleh kegagalan pengendalian gula darah.
DM tipe 1 ditandai oleh penurunan kadar insulin (insulinopenia) yang disebabkan
oleh destruksi sel-sel. Pasien DM tipe I memerlukan insulin untuk tetap
bertahan hidup tanpa adanya insulin dari luar, pasien tersebut akan mengalami
ketoasidosis, koma dan kematian. Resistensi
insulin terjadi pada pintu masuk di permukaan sel tubuh yang dinamakan reseptor
insulin; reseptor insulin memungkinkan lewatnya gula (glukosa) yang dibawa oleh
hormon insulin masuk ke dalam sel dan gula tersebut kemudian di dalam
mitokondria mesin penghasil energi dalam sel akan digunakan untuk menghasilkan
energi atau tenaga yang diperlukan dalam pelaksanaan fungsi setiap sel tubuh.
Tidak adanya atau tidak memadainya produksi hormon insulin akan mengakibatkan Diabetes
Melitus Tipe I, sedangkan peningkatan resistensi insulin dengan penurunan
kuantitas atau kualitas insulin menyebabkan Diabetes Melitus Tipe 2. penyandang
Diabetes Tipe 1 memerlukan pemberian insulin dari luar sehingga dinamakan pula
diabetes tergantung insulin (DMTI) sedangkan pada Diabetes Tipe 2, produksi
insulin mungkin masih cukup atau hanya berkurang sehingga bisa diatasi dengan
obat-obat hipoglikemik yang dapat mengurangi resistensi insulin dan/atau yang
merangsang sel-sel beta pankreas untuk memproduksi insulin. Diabetes tipe 1
terutama ditandai dengan penurunan berat badan serta gejala 3 P (polifigia,
polidipsia, poliuria) dan umumnya ditemukan pada usia kanak-kanak hingga rema,
sedangkan diabetes tipe 2 terutama dicirikan oleh tubuh yang gemuk dan usia
menengah ke atas. Namun, tipe 2 dapat bercampur atau berubah menjadi tipe 1
setelah sel-sel beta menjadi lelah karena terus-menerus dirangsang oleh
obat-obat (golongan sulfonil urea) sehingga tidak lagi mampu memproduksi
insulin. Pada perubahan dari tipe 2 menjadi tipe 1, tubuh pasien akan berubah
dari gemuk menjadi kurus tanpa dapat dipengaruhi oleh peningkatan asupan kalori
dari makanannya.
2. Diabetes
Mellitus tipe II
Bentuk DM yang paling
sering ditemukan dan ditandai oleh gangguan pada sekresi serta kerja insulin.
Kedua efek ini terdapat pada DM klinis. Penyebab yang jumlahnya banyak dan
bervariasi untuk terjadinya kelainan ini telah teridentifikasi. DM tipe II
juga memiliki perubahan multifaktorial. Mayoritas pasien DM yang tidak terganntung
dengan insulin dan kebanyakan di antara mereka menderita diabetes pada usia
dewasa. Pada DM tipe II sering terdapat resistensi insulin dengan
insulinopenia relative yang kadang-kadang pada saat-saat stress memerlukan
insulin. Obesitas dan obesitas pada bagian perut umumnya terlihat pada
pasien-pasien DM tipe II. Ketoasidosis jarang ditemukan dan jika terlihat,
keadaan ini berhubungan dengan stress atau penyakiit lain yang menjangkiti
pasien DM. pasien DM juga cenderung mengalami komplikasi mikrovaskular dan
makrovaskular. Faktor etiologi meliputi faktor genetic, usia, obesitas, dan
kurangnya aktivitas fisik. Prinsip
penanganan termasuk perencanaaan makan dan exercise pada Diabetes Melitus Tipe
2 sama seperti pada diabetes melitus tipe 1, kecuali pemberian insulin yang
mutlak diperlukan pada diabetes tipe 1. Menurut konsensus perkeni 2002, pasien
dengan diabetes yang terkendali baik
akan memilik kadar gula puasa 80-109 mg%, kadar gula dua jam sesudah makan
80-144 mg% dengan persentase A1c<6,5. Di samping itu,pasien yang penyakit
diabetesnya terkendali dengan bik akan memiliki berat badanyang normal (IMT
18,5-22,9 untuk wanita dan 20-24,9 untuk laki-laki), kadar LDL kolesterol
<100 mg%, kadar trigliserdia <150 mg% dan tekanan darah <130/80 mmHg.
Pasien
DM Tipe 2 (diabetes melitus tak tergantung insulin, DMTTI) cenderung berusia
lebih tua (>25 tahun) dan mempunyai
berat badan yang lebih tinggi. Banyak di antara pasien-pasien ini
memiliki riwayat diabetes yang kuat dalam keluarga. Karena itu, tujuan utama terapi
diet pada DM Tipe 2 adalah menurunkan dan atau mengendalikan berat badan di samping mengendalikan kadar gula dan
kolesterol seperti disebutkan di atas. Semua ini harus dilakukan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien dan mencegah atau paling tidak menunda
terjadinya komplikasi akut maupun kronis. Penurunan berat badan pada
pasien-pasien DM Tipe 2 yang mengalami obesitas umumnya akan menurunkan
resistensi insuliin. Dengan demikian, penurunan berat badan akan meningkatkan
pengambilan glukosa oleh sel dan memperbaiki pengendalian glukosa darah.
a.
Nutrisi
preventif
Intervensi
gizi yang bersifat preventif untuk mengurangi risiko terjadinya DM tipe 2 harus berfokus pada:
1)
Pencegahan
obesitas pada pasien-pasien yang berisiko diabetes
2)
Asupan
serat pangan 25 gram /1000 kalori, khususnya serat larut atau solubel dapat
membantu mengendalikan kadar glukosa darah dan menambah rasa kenyang
3)
Menghindari
asupan kalori yang berlebihan
4)
Olahraga
teratur (yaitu, 3 kali seminggu atau lebih selama waktu >30 menit dengan
intensitas 50-60% dari frekuensi jantung
maksimal [220-usia) ternyata dapat mencegah atau menunda onset diabetes pada
mereka yang mempunyai predisposisi untuk terkena penyakit ini.
b.
Nutrisi
kuratif
Intervensi
diet untuk mengendalikan glukosa darah merupakan salah satu intervensi penting
bagi pasien-pasien DM Tipe 2.
Tujuan
intervensi diet/gizi DM Tipe 2:
1)
Mengendalikan
kadar glukosa dan lemak darah agar komplikasi diabetes dapat dicegah atau
ditunda
2)
Mendapatkan
dan mempertahankan berat badan normal atau ideal
3)
Menghasilkan
status gizi yang adekuat
Menghasilkan
kebugaran dan rasa nyaman tubuh karena pengendalian gula dara dapat
menghilankan keluhan mudah lelah, sering pusing atau sakit kepala, kram,
kesemutan, gatal-gatal dan sebagainya.
Tabel 20.1 klasifikasi etiologi kelainan glikemia
(diabetes mellitus)
Tipe
I
|
Ditandai
dengan kegagalan produksi insulin yang parsial atau total oleh sel-sel dan
pancreas. Faktor penyebab masih belum dimengerti dengan jelas tetapi beberapa
virus tertentu, penyakit autoimun dan faktor genetic mungkin turut berperan.
|
Tipe
II
|
Ditandai
dengan resistensi insulin ketika hormone insulin diproduksi dengan jumlah
yang tidak memadai atau dengan bentuk yang tidak diabetes ini dan proses
terjadinnya berkaitan dengan obesitas.
|
Tipe
spesifik lainnya
|
Defek
genetic pada fungsi sel
Defek
genetic pada kerja insulin
Penyakit
pada kelenjar eksrosin pancreas
Endokrinopati
Ditimbulkan
oleh obat-obatan atau zat kimia
Infeksi
Bentuk
immune-mediated diabetes yang langka kadang-kadang sindrom genetic lain yang
disertai diabetes.
|
Diabetes
gestasional
|
Bentuk
diabetes yang terjadi selama kehamilan. Kebanyakan, tapi tidak semuanya akan
sembuh setelah melahirkan.
|
3. Diabetes
Gestasional
Intoleransi karbohidrat yang mengakibatkan hierglikemia
dengan keparahan yang beragam dan onset atau deteksi pertama kali pada saat
hamil. Definisi ini berlaku tanpa memandang apakaah hormone insulin digunakan
atau tidak dalam penanganannya ataukah keadaan tersebut tetap bertahan setelah
kehamilan berakhir. Intoleransi glukosa dapat mendahului kehamilan tetapi
keadaan yang tidak diketahui sebelumnya. Diabetes
mellitus yang timbul selama kehamilan. Diagnose
diabetes mellitus :
a.
Kadar
glukosa darah sewaktu 200 mg/dl atau ditambah gejala khaas diabetes ( polyuria,
polydipsia, polipagia. )
b.
Glukosa
darah puasa 126 mg/dl atau lebih pada dua kali pemeriksaan pada saat yang
berbeda.
4. Sindrom
Metabolic Atau Sindrom X
Kelompok kelainan yang terdiri ata shiperglikemia,
hipertensi, obesitas pada bagian perut, dislipidemia dan resistensi insulin
sering ditemukan. Faktor-faktor resiko untuk terjadinya penyakit kardiovakular
ini dinamakan sindrom X atau sindrom resistensi insulin atau sindrom metabolic.
Sejumlah penelitian epidemiologi memastikan bahwa sindrom ini umumnya dijumpai
pada berbagai kelompok etnis yang meliputi orang-orang eropa, afro-amerika,
meksiko-amerika, india serta cina di Asia, aborigin Australia, polinesia dan
mikronesia. Manajemen orang dengan hiperglikemia dan cirri-ciri sindrom
metabolic lainnya tidak boleh hanya berfokus pada pengadilan glukosa darah,
tetapi juga harus meliputi berbagai strategi untuk menurunkan faktor risiko
kardiovaskular lainnya.
K.
Faktor
Risiko Terjadinya Diabetes
DM tipe II merupakan penyakit multifaktorial dengan komponen genetic dan lingkungan yang memberikan konstribusi sama kuatnya terhadap proses timbulnya penyakit tersebut. Sebagian faktor ini dapat dimodifikasi melalui perubahan gaya
hidup, sementara sebagian lainnya tidak dapat diubah.
1. Faktor
Genetik
Bukti adanya komponen genetic berasal dari koefisien
keselarasan (Corcodance) DM yang
meningkat kepada kembar monozigot, prevalensi DM yang tinggi pada anak-anak
dari orang tua yang menderita diabetes mellitus dan prevalensi DM yang tinggi
pada kelompok etnis tertentu. Keterkaitan DM dengan banyak genkandidat telah
teridentifikasi pada berbagai populasi, tetapi tidak ada gen yang terlihat
sebagai gen utama di dalam proses terjadinya kelainan tersebut. DM tipe 2
merupakan kelainan poligenik dan tidak memiliki hubungan yang jelas dengan gen Human Leucocytes Antigen (HLA).
Munculnya diabetes yang biasa muncul ketika dewasa pada usia muda (MODY, Maturity Onset Diabetes In The Young)
merupakan bentuk monogenic DM tipe II dengan usia onset yang dini, yaitu kurang
dari usia 25 tahun. Kelainan ini diturunkan secara autosomal domain dan mutasi
disebutkan terjadi paling sedikit pada lima gen. varian genetic lainnya adalah
kehilangan pendengaran yang diwariskan secara materal pada diabetes mellitus
(MIDDM, Maternally Inherited Deafness In
Diabetes Mellitus) yang merupakan cirri khas DM tipe I dan tipe II. Tuli
neuro sensori berhubungan dengan onset DM yang dini dan bentuk ini ditandai
oleh pewarisan materal yang kuat. Hanya anak perempuan yang dapat mewariskan
penyakit ini kepada keturunan, kendati kedua gender sama-sama dapat terkena.
2. Faktor
risiko lingkungan
Sejumlah penelitian epidemiologi dari berbagai bagian dunia
memperlihatkan bahwa faktor-faktor risiko lingkungan yang utama untuk
terjadinya DM meliputi.
a. Usia
b. Obesitas
dan obesitas bagian perut
c. Resistensi
insuin
d. Faktor-faktor
makanan atau gizi
e. Jarang
melakukan aktivitas fisik
f. Urbanisasi
dan modernisasi
1) Usia
Pertambahan usia merupakan faktor risiko yang penting
untuk DM. Dalam semua penelitian epidemiologi pada berbagai populasi,
pravelensi Dm memperlihatkan peningkatan yang spesifik menurut usia.pada
populasi eropa,usia pada saat onset DM umumnya berkisar antara 50-60
tahun,namun usia ini secara signitifkan lebih rendah pada penduduk asli amerika
dan india yang angka prevelensi DM-nya tinggi.
2) Obesitas
dan obesitas pada bagian perut
Obesita smerupakan faktor resiko utama untuk terjadinya DM
Hubungannya dengan DM tipe II sangatlah kompleks.Meskipun angka obesitas yang
diukur melalui indeks masa tubuh ( IMT ) umumnya rendah pada orang-orang
india,namun angka tersebut berkaitan erat dengan toleransi glukosa pada
populasi perkotaan maupun pedesaan.Sekalipun masih berada di dalam kisaran
berat badan yang dapat diterima,namun kenaikan berat badan dapat meningkatkan
risiko DM,khususnya jika ada predisposisi familial.keadaan ini dapat terjadi
karena efek yang merugikan dari usia dan berat badan terhadap tingginya derajat
resistensi insulin pada beberapa populasi seperti orang-orang india
asia.Distribusi lemka tubuh lebih penting artinya
sebagai predictor DM ketimbang obesitas. Adispositas tubuh bagian atas ( upper‑body adiposity )
yang diukur melalui rasio pinggang/panggul ( WHR,waist-hip ratio
) memiliki keterkaitan yang lebih erat dengan DM pada sejumlah penelitian cross
sectional dan propektif.Beberapa hasil penelitian dari India memiliki
adispositas badan atas ( upper-body adisposity ) yang lebih tinggi.Nilai cut
off batas atas untuk IMT yang normal bagi orang-orang india adalah 23 kg/m2.
3) Resistensi
insulin
Defek pada sekresi dan kerja insulin merupakan dua faktor
patogenik yang utama pada DM.Kerja insulin dibawah normal pada jaringan yang
diantarai insulin mengakibatkan berkurangnya pembuangan glukosa,
sekalipun pada mereka yang bukan diabetes keadaan ini
mengakibatkan hiperinsulinemia kompensasi.Karena itu, kita sulit membedakan secara biologis antara resistensi insulin dan
hiperinsulinemia kompensasi pada orang-orang yang bukan diabetesi.orang india
memiliki respons insulin plasma yang lebih tinggi selama berpuasa dan pada saat
bereaksi terhadap stimulasi jika dibandingkan dengan orang eropa dan kelompok
etnis lainnya.Hal tersebut merupakan indikasi
yang menunjukan keadaan resistensi insulin pada orang
india.Sejumlah penelitian prospektif pada beberapa populasi berisiko
tinggi memberika bukti yang menunjukan bahwa resitensi insulin
mendahului terjadinya keadaan hipoglikemia.Disamping itu,orang india
memiliki kecenderungan untuk mengalami sekelompok abnormalitas yang terkait, yaitu adispositas pada bagian perut, obesitas,
hiperinsulinemia,dislipidemia,hipertensi,dan intoleransi glukosa.
4) Faktor
diet
Pola makan atau diet merupakan determain penting yang
menentukan obesitas dan juga mempengaruhi resistensi insulin dengan
demikian,pola makan memainkan peranan yang penting dalam proses terjadinya DM
tipe II.Dengan urbanisasi terjadilah perubahan gaya hidup dan kebiasan
makan.Konsumsi makanan yang tinggi energy dan tinggi lemak,selain aktivitas
fisik yang rendah,akan mengubah keseimbangan energy dengan disimpannya energy
sebagai lemak simpanan yang jarang digunakan. Asupan energy yang berlebihan itu
sendiri akan meningkatkan resistensi insulin, sekalipun belum
terjadi kenaikan berat badan yang signitifkan Diet
tinggi kalori,tinggi lemak dan rendah karbohidrat berkaitan dengan DM tipe
II.Diet yang akan energy dan rendah serat akan meningkatkan kenaikan berat
badan dan resistensi insulin kendati pada populasi berisiko rendah
seperti orang-orang eropa.masyarakat india selatan oleh orang-orang
dilokasi urban yang memiliki angka DM yang jauh lebih tinggi
ketimbang teman mereka dipedesaan.
L.
Diabetes
Sebagai Permasalahan Kesehatan Masyarakat
1. Diabetes
Tipe I
DM tipe I terdapat diseluruh dunia. Umumnya DM tipe I
terjadi tiba-tiba dengan hiperglikemia yang berat dan biasanya tipe ini
terdapat ketonuria atau ketosis ketika diagnosis ditegakkan. Onset DM tipe I
pada umumnya terjadi pada usia kanak-kanak dan dewasa muda, kendati dapat pula terjadi
pada segala usia. Penderita DM tipe I juga biasanya mengalami ketergantungan
seumur hidup pada insulin. Meskipun DM tipe I merupakan bentuk penyakit
diabetes yang paling ekstrem, namun penyakit ini tidak dapat dicegah dengan
intervensi diet.
2. Diabetes
Tipe II
Epidemic DM di seluruh dunia kemungkinan terjadi dalam
kuartal pertama abad ke 21 ini. Estimasi prevalensi DM pada populasi dewasa
diseluruh dunia akan mengalami kenaikan sebesar 35% yaitu dari angka prevalensi
4,0% pada tahun 1995 menjadi 5,4% pada tahun 2025. Laporan WHO menyatakan bahwa
jumlah orang dewasa yang menderita DM di dunia akan meningkat dari 135 juta
pada tahun 1995 menjadi 300 juta pada tahun 2025. Peningkatan terbesar jumlah
ini akan terjadi di negara-negara berkembang. Di negara-negara maju akan
terdapat peningkatan sebesar 42% yaitu dari 51 juta menjadi 72 juta, sementara
dinegara-negara berkembang terjadi peningkatan sebesar 170% yaitu dari 84 juta
menjadi 228 juta. Peningkatan angka prevalensi yang tertinggi antara tahun 1995
dan 2025 akan terjadi di cina (68%) dan india (59%). Negara-negara timur tengah
akan mengalami peningkatan sebesar 30% dan untuk amerika latin serta kepulauan
karibia diproyeksikan akan terjadi peningkatan sebesar 41%. Meskipun
perbandingan internal untuk menunjukan pola-pola yang terus berubah, namun
perlu diperhatikan adanya kelompok-kelompok etnis tertentu yang retan.
3. Toleransi
Glukosa Terganggu
Rasio prevelensi TGT terhadap DM bervariasi pada berbagai
populasi dan biasanya berkisar disekitar 1 ( yaitu,prevelensi TGT sama dengan
prevelensi DM ). Hasil pengamatan yang menunjukan tingginya prevelensi TGT
mengandung makna yang sangat penting karena sekitar 35% penduduk yang
menyandang TGT akan menjadi diabetisi dalam periode mean 5 tahun.Lebih
lanjut,para penyandang TGT juga membawa risiko kardiovaskuler yang tinggi.pada
ras-ras tertentu seperti ras afrika di kamerun ( daerah perkotaan dan pedesaan
),prevelensi DM masih rendah padahal prevelensi TGT terlihat terus meningkat.
Kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT, impaired glucose tolerance)
merupakan tahap terjadinya gangguan pada regulasi glukosa karena keadaan ini
dapat terlihat pada setiap kelainan hiperglikemia dan TGT sendiri bukan DM.
4. Komplikasi
Diabetes
DM tipe II hipertensi merupakan dua keadaan yang umumnya saling berkaitan
keberadaan kedua keadaan tersebut secara bersama-sama akan memperbesar risiko
kardiovaskuler,komplikasi renal dan retina pada DM.Pemeriksaan skrining untuk
retinopati dan mikroalbuminuria harus dilakukan pada saat diagnosis DM tipe II
dibuat dan sesudah itu dilakukan,setiap tahun sekali.Dua buah penelitian landmark
yang dilakukan akhir-akhir ini,yaitu the Diabetes Control and complication
Trial ( DCCT ) pada DM tipe I dan The United Kingdom Propective Diabetes Study
( UKPDS ) pada DM tipe II,secara konklusif memperlihatkan bahwa pengendalian
kadar glukosa darah dan tekanan darah yang ketat akan mengurangi komplikasi
vascular secara signitifkan pada DM.Beberapa faktor yang turut menyebabkan
terjadinya DM dan penyakit jantung koroner seperti obesitas,berkurangnya
aktivitas fisik dan diet yang tidak tepat merupakan unsur-unsur yang dapat
diubah.saat ini sudah tersedia pedoman untuk mengubah faktor-faktor risiko ini
berdasarkan pada beberapa hasil penelitian prospektif jangka panjang.
M.
Pencegahan
dan pengelolaan diabetes
Cara utama untuk mengelola DM tipe I adalah pemberian
insulin eksogen ( suntik insulin ).Manajemen diet bagi DM tipe I dan II hampir
identk.Rekomendasi paling akhir untuk distribusi makronutrien pada diet DM
dirangkumkan pada tabel 20.5.Dengan memperhitungkan peranan utama obesitas dan
kurangnya aktivitas fisik dalam etiologi DM tipe II,gizi kesehatan masyarakat
memiliki peranan yang sangat besar dalam program pemcegahannya.
1. Tujuan
Pengelolaan Diabetes
Tujuan pengelolaan diabetes atau manajemen diabetes
adalah membuat pasien terbebas dari keluhan serta gejala diabetes dan
memungkinkannya untuk hidup secara normal tanpa menanggung komplikasi vascular yang
berkaitan dengan penyakit tersebut.Pendekatan tim yang multiaspek sangat
penting untuk mencapai semua tujuan ini.komponen dalam sejumlah penanganan DM,meliputi
:
a.
Terapi gizi yang mencakup
modifikasi diet
b.
Exercise ( olahraga dan
aktivitas fisik )
c.
Manajemen obat
d.
Edukasi DM
2. Terapi
Gizi Dan Modifikasi Diet
a. Tujuan
terapi gizi adalah :
1)
Untuk mencapai outcome metabolic yang optimal dan mempertahankanya.
Outcome metabolic yang optimal meliputi : kadar glukosa yang normalprofil
lipid yang menguntungkan,dan tingkat tekanan darah yang dapat
diterima untuk mengurangi risiko penyakit pada pembuluh darah
makro serta mikro.
2)
Untuk mencegah dan mengatasi komplikasi DM yang kronis dengan
mengubah asupan nutrient dan pola hidup agar selaras bagi pencegahan
serta penanganan obesitas, dislipidemia, penyakit kardiovaskuler,
hipertensi,dan nefropati.
3)
Untuk memperbaiki kesehatan melalui pemilihan makanan yang sehat dan
aktivitas fisik
4)
Untuk memberikan saran
spesifik yang diperlukan bagi kelompok minoritas,seperti :
a) orang
muda dengan DM tipe I dan II
b) ibu
hamil dan menyusui
c) manula
d) pasien
DM yang mendapat suntikan insulin
e) orang-orang
yang berisiko untuk terkena DM .
Terapi gizi medic merupakan komponen
yang integral dalam pengelolaan DM.paragraf berikut ini secara garis besar
menguraikan dasar pemikiran rekomendasi gizi bagi pasien DM.Rekomendasi paling
akhir untuk makronutrien dirangkumkan dalam tabel 20.5
b.
Karbohidrat
Sejumlah faktor mempengaruhi respons glikemia terhadap makanan
Faktor-faktor tersebut meliputi jumlah karbohidrat,jenis gula,sifat pati,cara
memasak dan mengolah makanan serta bentuk makanannya,di samping komponen pangan
lainnya.Banyak penelitian yang menyelidiki masalah ini menyimpulkan bahwa
jumlah total karbohidratnya.pada pasien DM tipe II dengan berat badan yang
normal,penggantian sebagaian karbohidrat dengan lemak tak jenuh tunggal ( MUFA
) akan mengurangi kenaikan gula darah setelah makan dan kadar trigliserid dalam
darah.Namun penigkatan asupan lemak dalam diet yang tidak tepat dikhawatirkan
dapat menaikkan berat badan pasien.Karena itu,kontribusi karbohidrat dan lemak
MUFA bagi asupan energy harus ditentukan bagi masing-masing pasien dengan didasarkan pada hasil pengkajian gizi, profil metabolic dan tujuan
penangannya.
c.
Indeks glikemik
Makanan
sumber karbohidrat akan dicerna dan diabsorbsi dengan kecepatan yang
berbeda-beda sehingga karbohidrat dengan jumlah yang sama tidak memberikan efek
yang sama dalam hal kadar gula darah, produksi insulin, ataupun kadar lemak darah. efek karbohidrat pada kadar gula darah sangatlah kompleks. Secara umum,
sumber-sumber gula yang dimurnikan ( refined sugars ) akan diserap lebih cepat
daripada karbohidrat yang berasal dari pati (Starch) atau makanan yang berserat seperti sereal dan buah.
Variabilitas yang cukup besar pada efek glikemia terdapat diantara berbagai
makanan yang komposisinya tampak sama dan kedaan ini dapat ditentukan kuantitanya
melalui indeks glikemik (IG). IG memberikan cara untuk membandingkan
respons glukosa darah setelah mengomsumsi sejumlah karbohidrat yang ekuivalen
dan dapat dicerna dari makanan.
d.
Serat
Sebagaimana
halnya dengan populasi umum, kepada penyandang DM disarankan untyk memilih
jenis-jenis bahn pangan yang banyak berserat, seperti Whole Grain, buah dan sayuran karena jenis makanan ini akan
memberikan vitamin, mineral, serat pangan, serta substansi lain yang penting
bagi kesehatan. Pada penyandang DM tipe II tampaknya diperlukan konsumsi serta
dalam jumlah yang sangat besar untuk memberikan manfaat metabolic pada
pengendalian gula darah, hiperinsulinemia dan kadar lipid plasma, namun volume
serat yang sangat besar itu mungkin tidak dapat diterima bagi kebanyakan orang.
e.
Protein
Pada
penyandang DM tipe II yang terkontrol, protein yang dikomsumsinya tidak akan
meningkatkan kadar glukosa plasma, kendati protein itu sendiri memiliki potensi
yang sama seperti potensi karbohidrat sebagai stimulant sekresi insulin. Tidak
ada bukti untuk menganjurkan modifikasi asupan protein yang lazim (15-20% dari
total energy per hari) jika fungsi ginjal normal.
f.
Lemak
Tujuan
diet yang utama dalam kaitannya dengan lemak makanan pada penyandang DM adalah
membatasi asupan lemak jenuh dan kolestrol dari makanan. Lemak jenuh merupakan
determainan diet yang penting untuk menentukan kadar LDL-kolestrol di dalam
plasma. Lebih lajut, penyandang DM tampaknya lebih senditif terhadap kolestrol
dalam makanan ketimbang populasi yang bukan diabetisi. Pengikutsertaan latihan
fisik dalam manajemen DM akan menghasilkan penurunan kadar total kolestrol,
LDL-kolestrol serta trigliserida yang lebih besar dan mencegah penurunan kadar
HDL-kolestrasi yang menyertain diet rendah lemak. Untuk mendapatkan manfaat
asam-asam lemak n-3 yang kardioprotektif dapat dianjurkan dua atau ketiga kali
menu ikan per minggu. Asupan asam lemak tak jenuh Trans (yang terbentuk ketika minyak nabati menjalani hidrogenasi)
harus dikurangi karena jenis lemak ini memberikan efek yang merugikan pada
kadar LDL-kolestrol plasma.
g.
Alcohol
Pasien
DM harus mematuhi tindakan pencegahan mengenai pemakaian alcohol yang berlaku
pada populasi umum. Alkoholdapat memberikan efek hiperglikemik maupun
hipoglikemik pada DM. efek ini ditentukan oleh jumlah alcohol yang diminum
dengan cepat.
3. Aktivitas
fisik atau exercise
Latihan fisik dalam manajemen DM sama
pentingnya seperti modifikasi diet. Ketika kita menilai aktivitas fisik
seseorang. Aktivitasnnya ditempat kerja, aktivitasnya selama perjalanan dari
dan tempat kerja dan aktivitasnya dalam melakukan pekerjaan sehari-hari di
rumah harus turut diperhitungkan. Latihan fisik tambahan dapat dianjurkan
kepada orang-orang dengan gaya hidup sendetari (tidak banyak melakukan
aktivitas fisik). Latihan fisik akan meningkatkan asupan glukosa oleh otot
sebagai sumber oksidasi glukosa yang maksimal. Latihan secara teratur akan
memperbaiki metabolisme glukosa dan sensitivitas insulin, selain memperbaiki
pula tekanaan darah dan profil lipid darah. latihan fisik akan mempercepat
penurunan berat badan pada orang-orang yang berat adanya berlebih dan membantu
mempertahankan berat badan yang normal jika upaya ini dilakukan bersama dengan
modifikasi diet atau pola makan. Untuk memerangi atau menghindari hipoglikemik
yang akut atau kronis, pasien harus mendapatkan edukasi mengenai cara memantau
gula darah yang tepat, asupan karbohidrat tambahan. Penyesuaian dosis takaran
obat untuk menurunkan gula darah seperti agen yang meningkatkan sekresi insulin
atau preparat insulin.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes
mellitus atau kencing manis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemia) akiat kekurangan hormone
insulin baik absolute maupun relative.
Ada
dua jenis diabetes mellitus yaitus diabetes mellitus tipe I dan Diabetes
Mellitus tipe II. Diabetes tipe I diakibatkan karena terjadiya kerusakan
pancreas sehingga insulin harus didatangkan dari luar, sedangkan diabetes tipe
II atau disebut dengan DM yang tidak tergantung pada insulin yang disebabkan
karena insulin yang tidak dapat bekerja dengan baik. Diabetes melitus
merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi
dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa terbentuk dari makanan yang
dikonsumsi insulin yaitu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar
glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. Pada diabetes,
kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, atau pankreas
dapat menghentikan sama sekali produksi insulin.Sebelum membicarakan pedoman diet, ada beberapa istilah
dalam bidang gizi dan diet yang perlu didefinisikan. Dalam bidang kesehatan,
istilah gizi (sering disebut pula nutrisi) diartikan sebagai sebuah proses
dalam tubuh makhluk hidup untuk memanfaatkan makanan guna pembentukan energi,
tumbuh-tumbuh dan pemeliharaan tubuh.
Ilmu gizi mempelajari proses tersebut.
B. Saran
bagi
penderita Diabetes Mellitus atau kencing manis sebaiknya menjaga pola makan dan
diet agar kadar gula dalam darah bisa terkontrol dengan baik. Selain menjaga
pola makan dan diet penderita DM juga bisa menggunakan kombinasi obat anti
diabetes seperti melformain dengan glibenclamid untuk mengetahui efek
penurunannya terhadap kadar gula darah.
DAFTAR PUSTAKA
Hartono, Andry. 2006. Terapi Gizi Dan
Diet Rumah Sakit. Jakarta: EGC
Gibney
J. Michael, dkk. 2005.
Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta. EGC
Smeltzer,Suzzanne
C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner&Suddarth. Jakarta:EGC
0 komentar:
Posting Komentar